Saturday, November 21, 2015

Janin dan Kista

17 Oktober 2015, hari dimana aku telah mengumpulkan tekad demi tekad untuk melakukan USG yang ke-dua kalinya setelah hasil USG pertama berhasil membuatku sangat kecewa. Ini adalah tempat yang berbeda. Tempat yang lebih luas, lebih ramai, dan lebih dingin. Dinginnya AC seakan membuat hatiku semakin kaku. Panjang antrian membuat detik demi detik terasa sangat lama. Ya memang pada kenyataannya aku harus menunggu sangat lama agar tiba giliranku dipanggil. Perasaanku saat itu tidak berbeda dengan saat aku hendak perform di atas panggung, di depan banyak orang. sungguh! nervous! tangan dan kakiku terus bergetar. Aku takut...aku takut menghadapi kenyataan buruk.

Tepat pukul 23:40, seorang perawat memanggil namakku sebagai pertanda bahwa inilah saatnya perutku di USG. Perasaan was-wasku berhasil membuat aku sulit berbicara, bahkan bernafas. Aku hanya bisa membaringkan tubuhku dan merasakan dinginnya gel yang perawat oleskan ke perutku sebagai tahap awal untuk melakukan USG. Dengan ucap permisi, dokter mulai melakukan USG. Nafasku semakin terasa berat. Aku tidak berani melihat layar monitor yang menampakkan hasil USG. Suami yang sedari tadi diam, terlihat sangat serius memperhatikan layar monitor di depannya. Bibirku terus bergerak lirih menyebut nama Allah. Semoga hasilnya memuaskan. Kalaupun tidak, Semoga Allah menguatkan kami. Aku terkaget saat dokter berkata
Nah, ini bayinya, ini air ketubannya. Kepalanya muter-muter. Ini jantungnya berdetak."
Sumpah! Aku bahagia tidak terkira, lagi-lagi menangis. Tangisan haru, tangisan bahagia. Aku mulai berani memperhatikan anakku di layar itu. Subhanallah....benar-benar ada kehidupan di dalam rahimku. Suamiku pun langsung tersenyum dan mengmbil ponsel untuk memfotonya. Dia tidak sadar bahwa dokter sudah mencetak hasil USGnya. Alhamdulillah....


Lantas bagaiman dengan kistaku? Masih ada! Tapi syukurlah...tinggal satu. Semoga USG bulan depan kistaku sudah hilang. Selamat ya nak... kamu telah mengalahkan satu kista di dalam rahim, Mama. Kalahkan satunya la ya sayang... Semoga kamu selalu sehat dan berkembang sempurna di rahim Mama sayang... Semoga Mama bisa melahirkan kamu dengan normal. Semoga Allah memberi kita berdua keselamatan. I Love You Since Before I Meet You.


Testpack Positif, USG Negatif

Membaca judul postingan saya di atas, pasti disini ada beberapa bunda yang mengalaminya. Dimana hasil tespack menunjukkan positif yang sangat membuat Bunda bahagia tiba-tiba kebahagiaan itu harus dijatuhkan sejatuh-jatuhnya dengan hasil USG yang negatif. Itulah yang saya alami.

Tiada terkira bahagia saya, seperti yang telah saya gambarkan di postingan sebelumnya. Jingkrak-jingkrak, tersenyum, menangis haru, bersyukur, semua tercampur jadi satu. Apalagi saat mengingat bahwa PP tes saat itu bukan yang pertama kali saya lakukan setelah PP test sebelunya selalu negatif. Saking senengnya, jujur saya merasa sangat enggak sabar untuk melihat bagaimana wujud janin saya saat itu, tepat 2 minggu telat Haid. Minimal saya ingin melihat kantung janin di dalam rahim saya.

Cusss...keesokan harinya, saya dan suami pergi ke dokter kandungan. Dengan sangat deg-degan mengantri berjam-jam lamanya, akhirnya tiba giliran nama saya dipanggil. Ternyata saat di-USG, dokter mengatakan,
"Tidak ada tanda-tanda kehamilan pada rahim anda. Ada kista malah! kiri kanan."
Bisa bunda bayangkan bagaimana terpukulnya perasaan saya saat itu. Badan ini langsung lemas, menangis, enggak tahu harus berkata apa. Yang saya pikir saat itu, kista adalah sejenis tumor atau kanker. Bagaimana saya tidak menyadari ada penyakit itu di tubuh saya hingga lumayan besar? di rahim pula, dua pula! Dan saya sangat takut kalau saya tidak akan bisa hamil. Naudzubillah...

Tiba-tiba perkataan dokter yang sedikit menenangkan pada saat itu membuyarkan lamunan saya.
"Saya masih belum bisa mengatakan bahwa ibu positif hamil, hasil tespack positif bisa saja karena tespack sudah rusak. Tapi ibu jangan khawatir, kalau memang hamil, tidak akan kemana. untuk masalah kista juga nggak perlu khawatir. Kalau memang hamil, nanti kistanya akan hilang sendiri di usia 4 bulan. Silahkan Ibu balik satu bulan lagi, mudah-mudahan positif."

Saya pulang dengan perasaan yang hambar, hanya bisa menangis. Suami terus berkata,
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kemungkinan hanya ada dua. Kalau hamil, berarti nanti pas melahirkan minta caesar biar sekalian kistanya diangkat. Tapi kalau ternyata tidak hamil, ya operasi. Yang penting sekarang makan-nya dijaga. Jangan makan sembarangan lagi, terutama saos! Juga olahraga."
Iya, suami saya memang orang yang bisa dikatakan dingin. Dia lebih bisa mengontrol suasana hati dan pikirannya. Nggak kayak saya dan kebanyakan wanita lainnya, baper boookkkkk hahahahah

Hari-hari berikutnya saya lewati dengan bowsing-browsing di internet. Ada artikel yang menyemangati saya, ada pula yang semakin membuat saya down. Beberapa artikel menumbuhkan pikiran positif saya, mungkin saat saya USG, usia kandungan masih sangat muda, yang ada hanyalah pembesaran rahim, jadi belum terbentuk kantung janinnya. Toh tanggal mensku selalu teratur. Beberapa artikel membuat hati saya semakin miris, menjelaskan bahwa tanda-tanda kista itu seperti tanda-tanda orang hamil, malahan ada yang sampai perutnya besar tapi saat di-USG ternyata hamil kista. Kalau nggak gitu, mungkin saat USG gak kelihatan karena hamil kosong lah, hamil anggur lah. Wah....bikin jantung saya berdetak kencang tiap hari. Berhubung ada kemungkinan positif, saya selalu berusaha untuk selalu berpikir positif dan meyakini, saya benar-benar hamil dan kista saya akan hilang dengan sendirinya!

Untuk melawan perasaan negatif saya, saya lebih mendekatkan diri kepada Allah. Shalat wajib tidak saya tinggalkan, shalat sunnah saya kerjakan, dan ngaji setiap habis shalat saya lakuakan. Dan teruusssss.....berpikiran bahwa saat ini saya hamil. Meski masih saja terkadang ragu, hamil nggak ya...hamil nggak ya.

Bulan-bulan berikutnya saya nggak berani untuk USG, periksa hanya ke bidan tiap bulan. Antara yakin dan nggak yakin karena bidan bilang saya positif hamil setelah saya bilang hasil testpack dua garis. Sampai tiba saatnya di bulan ke 4, dimana tradisi Jawa mengharuskan adanya "tingkepan", saya pun harus memberanikan diri untuk USG. Nggak lucu donk, tingkepan dilakukan kalau tidak ada janin dalam rahim saya? karena hakikatnya tingkepan adalah bentuk rasa syukur atas roh yang telah Allah tiupkan kepada janin di rahim ibu. Tapi kali ini, pindah ke dokter kandungan lainnya. Bagaimana hasilnya? Lanjut disini bunda...

Friday, November 20, 2015

Dapat Surat Tilang Biru, Harus Bagaimana?

Tempo hari, sepulang dari Surabaya, suami hendak nyobain lewat jalan tol yang nggak pernah kami lewati sebelumnya. Dengan bekal bismillah, semoga kami bisa sampai di Rumah. Tiba-tiba kami dicegat oleh seorang polisi yang udah nangkring di pinggir jalan mau masuk tol. Bla..bla..bla.. Kami disuruh nunjukin kelengkapan surat dalam berkendara, dan pastinya lengkap donk. Kemudian Pak Polisinya bilang kalau suami saya telah melanggar lalu lintas dimana seharusnya harus ambil lajur kiri untuk masuk tol. Ya memang sih, suami ambil lajur kanan, tapi sebenarnya masih dalam wilayah tol kok, dan banyakkkkkk banget kendaraan yang mengambil lajur kanan tapi enggak di stopin. saat ditanya kenapa yang lain enggak diberhentiin, Polisinya diem ajah. hm...mungkin lagi apes kita kali ya.

Berhubung kami baru pertama kalinya lewat situ, dan memang enggak ngerti JIKA harus ada aturan rambu seperti itu ya kita amini aja tuh kata polisi. Efek syok juga. Eng..ing..eng...Dia nawarin pakai cara damai di tempat atau tilang. Dengan tegas kami jawab TILANG saja. Dalem hati bilang, hm...sepertinya Polisi ini kehabisan uang jajan. Males banget kalau harus kasih jajan makhluk korup berseragam seperti mereka. Mending ribet, tapi duit larinya barokah.

Sret sret sret, disodorkan surat tilang merah untuk kami. berhubung saya pernah membaca artikel di facebook bahwa slip tilang merah untuk pelanggar yang tidak mau mengakui kesalahannya dan harus mengikuti sidang berdasarkan tanggal yang telah ditentukan, sedangkan slip biru adalah untuk pelanggar yang mengakui kesalahan dan boleh langsung membayar denda melalui BRI untuk ditranferkan ke rekening negara, setelah itu bisa langsung mengambil kembali SIM/STNK yang disita Petugas tanpa harus menunggu waktu lama dan mengorbankan waktu buat ngantri di persidangan tilang, akhirnya kami minta slip tilang biru.

Terjadilah perdebatan disitu. Polisi itu seakan membujuk kami untuk ambil slip merah saja. Dia bilang, kalau slip biru harus bayar denda maksimal yaitu 500.000 rupiah karena telah melanggar rambu lalu lintas pasal 278 ayat 1. sedangkan slip merah bisa jauh lebih murah karena besar denda berdasarkan keputusan hakim di persidangan yang berkisar enggak sampai 100.000. sampai disini kita dibuat makin bingung. Mengakui kesalahan kok malah dendanya lebih banyak? Gimana sih hukum sebenarnya di Negara ini?

Baik, Pak. Slip biru saja. disini ATM terdekat dimana ya, Pak? biar bisa langsung selesai.
Maaf, Pak. Ini sudah sore. sudah waktunya saya pulang. Senin saja silahkan Bapak ke BRI lalu ambil SIMnya di Colombo, Perak.
Wiiihh..apa nggak kurang jauh? kalau tetep diputer-puterin gini sih mending slip merah saja. Tapi suami saya tetep keukeh minta slip biru padahal dia sendiri juga enggak punya waktu buat wira-wiri.

Sampai di rumah, saya browsing-browsing dan menemukan artikel bahwa besar denda maksimal yang kita bayarkan di BRI itu sebenarnya hanya merupakan TITIPAN yang nantinya kita bisa ambil kembaliannya setelah Hakim memutuskan besar denda di hari persidangan. Tapi prosesnya ribet. kurang lebih seperti ini.
  • Tranfer denda melaui BRI, dapat kwitansi pembayaran
  • Ambil SIM/STNK yang disita ke Colombo dengan menunjukkan copy-an surat tilang dan kwitansi pembayaran denda dari BRI. SIM kita terima. sampai disini sebenarnya sudah selesai kalau kalian memang mau ikhlas sumbangin 500.000 rupiah ke negara. tapi bagi yang masih merasa sayang buang uang segitu besarnya dengan percuma, langsung go to the next steps.
  • Datang di persidangan pada tanggal yang tertera di surat tilang. Tunjukan surat tilang dan kwitansi dari BRI, Hakim memutuskan besarnya denda, yang kemudian kita disuruh untuk ke Kejaksaan Negeri untuk mengambil kwitansi dan semacam surat pengantar ke BRI untuk mengambil kembalian uang yang sudah kita bayarkan.
  • Selesai. Nah loh... makin ribet gini dari pada slip tilang merah yang cuma harus ngantri di persidangan dan bayar denda disitu.

Next days, Suami nggak punya waktu meski untuk sekedar ke BRI. Alhasil, aku yang ke Bank tapi H-1 sebelum tanggal sidang. Kenyataanya, ketika di BRI, Petugas BRI tidak bisa membantu dengan alasan karena wilayah penilangan ada di Surabaya, sedangkan kita berada di Sidoarjo. Beliau menambahkan, pernah ada kejadian seperti ini namun hakim tidak mau menerima kwitansi bukti pembayarannya. Akhirnya harus bayar lagi di wilayah penilangan. Agak nggak masuk akal sih...tapi yaudahlah mungkin emang seperti itu atau emang enggak mau diribetin.

Nah, keesokan harinya adalah jadwal sidang tilang kita. Tapi kita belum bayar dendanya di BRI. dan ternyata....suami juga nggak bisa menghadiri persidangan karena harus melakuakan pembagian rapor sekolah. Disini saya sudah sangat khawatir, maklum, nggak punya ilmu hukum. hahahaha... yang bisa saya lakukan hanya browsing-browsing di internet dan akhirnya menemukan blog yang menjelaskan bahwa:
  1. Sejak hari pertama ditilang sampai H-1 persidangan, SIM/STNK dan berkas berada di Satlantas Polrestabes Surabaya di Jl. Satlantas, Perak Timur, Pabean Cantikan.
  2. Hari H atau tepat tanggal sidang, SIM/STNk dan berkas penilangan berada di pengadilan Negeri Surabaya di Jl. Raya Arjuno No. 16-18, Sawahan
  3. Apabila sampai hari H, pelanggar tidak punya waktu untuk menyelesaikan tilang, pelanggar bisa menyelesaikannya di Kejaksaan Negeri Surabaya karena SIM/STNK dan berkas sudah pindah kesini yaitu di Jl. Sukomanunggal Jaya No. 1, Suko Manunggal. Namun dendanya akan lebih besar daripada diselesaikan di pengadilan.
  4. Tilang dikembalikan ke Satlantas Polrestabes lengkap dengan barang bukti atau uang titipan denda dari pelanggar. 

Apa penjelasan di atas juga berlaku untuk slip biru? Here is the result. H+3 persidangan, kami baru memiliki waktu untuk mengurus penyelesaian tilang. Disini mah kita aji mumpung aja. Itung-itung coba-coba. Kita langsung berangkat ke Kejaksaan Negeri Surabaya. Ada berkas kita ya syukur, disuruh proses melalui BRI dulu juga enggak apa-apa. And you know what? Sampai disana kita langsung ke bagian penilangan. 


Kita sodorin surat tilangnya. Lalu, petugas menyebutkan nominal Rp 91.000 rupiah. kita bayar, SIM dikembalikan dan selesai! semurah itu? segampang itu? iya! dapet kwitansi nggak? Harusnya sih ada! tapi kita sudah sangat bersyukur sih dengan kenyataan yang ternyata jauh lebih mudah daripada yang dibayangin ya kita langsung meluncur aja. hahaha... tapi mendingan teman-teman juga minta kwitansinya! daripada membuka peluang korup lagi kan?

Well, buat teman-teman yang mungkin saat ini lagi bingung seperti yang pernah saya rasakan gara-gara terlanjur minta slip biru, semoga tidak khawatir lagi ya...tapi jangan ngentengin juga. menjaga tata tertib lalu lintas jauh lebih baik! Mari bersama-sama belajar menjadi warga negara yang patuh hukum! Sekian...Terimakasih...Semoga bermanfaat!