Sungguh
tragis nasib Suryoto. Tuhan menjemput ajalnya dengan sangat mengerikan. Puluhan
luka menganga di sekujur tubuhnya. Matanya dicongkel, telinganya putus, dada
dan perutnya sobek. Organ tubuh beserta darah berceceran disekitar tubuh
kakunya; jantung, paru-paru, ginjal, usus dan lain sebagainya. Organ demi organ
yang berhamburan tak karuan itu kemudian dikumpulkan oleh warga. Semua lengkap
kecuali hati dan alat kelaminnya. Entah dimana, tidak ada yang bisa menemukan.
Mungkin sudah hancur menjadi darah bercampur dengan cuilan-cuilan organ lain
atau dagingnya.
Penemuan
mayat Suryoto berawal dari kecurigaan warga yang mencium aroma tidak sedap setiap
kali melintasi rumah Suryoto. Makin hari makin menyengat. Hingga akhirnya warga
memutuskan mendatangi rumah Suryoto untuk mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi. Beberapa ketukan dan panggilan tidak dijawab. Mereka kemudian memutuskan untuk mendobrak pintunya. Belum sempat
pintu itu didobrak, dengan tidak sengaja salah seorang warga menekan engsel
pintu dan akhirnya pintu terbuka. Ya, nyatanya pintu itu tidak dikunci. Mereka
lantas memasuki rumah, mengikuti arah bau busuk itu. Perasaan mereka semakin
was-was mengetahui lalat beterbangan dan berkumpul di satu titik lokasi, kamar
Suryoto. Warga dibuat terkejut bukan main dengan adanya sesosok tubuh dengan
luka mengerikan itu, mayat Suryoto. Semakin Terkejut pula tepat di samping
mayat Suryoto, istrinya terbaring beralaskan tikar dalam keadaan hidup dan utuh.
***
Suryoto
dikenal sebagai orang yang tidak suka bergaul. Dia jarang sekali berkumpul
dengan warga lain. Karakter dinginnya membuat dia berbicara seperlunya saja, itupun
jika ditanya, kecuali dengan Mbok Nah, penjual sembako langganannya, mereka
kerap kali berbincang. Maklum saja, semenjak istrinya sakit, memang dia yang
mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga, termasuk berbelanja untuk memenuhi
urusan dapur. Suryoto juga dikenal sebagai orang yang sangat tempramen.
Dipenjara 3 kali dengan kasus yang sama, penganiayaan. Satu kasus diantaranya,
korban meninggal dunia. Sikap tempramen itu pula yang mengakibatkan kondisi Surti,
istrinya, tidak kalah mengenaskan. Sejak 3 bulan yang lalu, Surti hanya bisa
berbaring di atas tikar di samping ranjang Suryoto. Seluruh anggota tubuhnya lumpuh.
Mulutnya tidak bisa berbicara, matanya hanya bisa berkedip-kedip dengan tatapan
kosong. Wanita malang itu tidak bisa lagi berinteraksi, benar-benar tidak bisa
berinteraksi, meski hanya untuk mendengar atau sekedar merespon pertanyaan
dengan menganggukan atau menggelengkan kepala. Bisa dikatakan, dia sebenarnya
sudah mati. Hanya saja rohnya masih tersangkut di tubuh yang mati jiwa itu.
Mungkin karena itulah, Suryoto tidak menempatkan Surti di atas ranjang
bersamanya.
Entah
apa penyebab kemarahan Suryoto kepada Surti yang telah dinikahi 7 tahun silam itu.
Bahkan kepada Mbok Nah pun dia tidak bercerita. Yang jelas, Suryoto menganiaya
istrinya dengan berbagai benda seperti kemoceng, sapu bahkan kursi. Dia juga
menendang dan menginjak-injak Surti dengan kaki besarnya, juga membenturkan
kepala Surti hingga mengalir cairan merah segar dari hidung, mulut dan
kepalanya. Luka tergores di sekujur tubuhnya. Namun yang paling parah yaitu
luka di hatinya hingga membuat dia kehilangan jiwa, bernyawa tapi tak hidup.
Mereka hidup hanya berdua, tidak ada anak ataupun sanak keluarga. Lokasi rumah
yang jauh dari tetangga pula mengakibatkan tak ada satupun orang yang ada untuk
meredam pertikaian mereka hingga beberapa warga datang karena tidak sengaja
melintas.
Semenjak
tindakan penganiayaan itu, rupanya Suryoto semakin lepas kendali. Kerap kali,
dia membawa masuk wanita asing dengan pakaian yang jauh dari kata santun ke
dalam rumahnya. Bukan wanita yang sama, melainkan wajah yang berbeda-beda.
Kenyataannya, Suryoto mengiyakan kejadian itu kepada mbok Nah. Tambahnya, dia
tidak segan-segan bermesraan dan bercinta dengan wanita-wanita itu di atas
ranjang disamping istrinya yang lumpuh raga dan jiwanya. Tidak ada rasa malu,
tidak ada rasa iba. Baginya, istrinya sudah tidak berguna, tidak ada, sudah
mati. Meski menganggap demikian, Suryoto tetap memberi makan kepada Surti
dengan cara menyuapinya. Karena itu, Surti masih hidup hingga sekarang.
***
Siapa
yang bisa disalahkan atas kematian Suryoto? Siapa yang membunuhnya? Surti? Ah!
mustahil jika dia pelakunya. Lalu, mungkinkah wanita-wanita yang berkencan
dengannya? Tapi yang mana? Lagipula tidak ada saksi selain Surti. Apa yang bisa
didapat darinya? Meski matanya berfungsi tapi toh percuma, Surti tidak mengerti
apa-apa dan tidak akan bisa menjawab apa-apa. Ah, sudahlah, ini sudah menjadi
nasib Suryoto. Tuhan sedang memberlakukan karmanya.
***
Suatu
malam seorang warga dibuat kaget setengah mati ketika melintasi rumah Suryoto.
Dia mendengar suara seorang wanita dari dalam rumah itu. Dia bimbang antara
takut dan senang. Takut karena yang dia tahu, hanya ada satu penghuni di rumah itu,
Surti, yang notabene tidak bisa berbicara. Senang karena mungkin saja Surti
sudah mulai bisa mengeluarkan suara. Rasa penasaran menuntunnya untuk melihat
siapa wanita itu. Dengan langkah
hati-hati, dia menuju satu-satunya ruangan yang lampunya menyala. Dia mencoba
mengintip dari bilik jendela ruangan itu yang ternyata adalah kamar Suryoto.
Terkejutnya dia melihat seorang wanita dengan dandanan begitu cantik dan
menawan berbalut kebaya merah merona senada dengan warna lipstiknya. Wanita itu
tersenyum-senyum sendiri di depan cermin. Tangan kanan dan kirinya nampak
menggenggam sesuatu. Warga itu hanya bisa terbelalak dan mencoba mengingat-ingat
wajah yang seperti pernah dia kenal itu. Tubuhnya bergetar tak karuan ketika
wanita itu mulai bersuara kembali.
“Kang Mas, hati ini yang menyatukan
kita dalam cinta (nada sangat lembut),
tapi kelamin ini yang telah merusak kebahagiaan kita! (nada sangat keras)”
“Surti!”
Teriak warga itu masih dalam kebingungannya.